Sabtu, Juli 27, 2024
spot_img

DPRD Sleman Usul Anggaran Jaring Pipit Rp140 Juta, LSM Kritik

KEPRINOW.COM, Yogyakarta – DPRD Kabupaten Sleman mendorong penambahan anggaran untuk jaring untuk menghalau burung pipit atau emprit dengan dalih hama bagi padi. Hal itu dikritik lantaran bisa merusak rantai makanan.

Wakil Ketua DPRD Sleman Arif Kurniawan menuturkan anggaran yang diajukan berkisar Rp120-140 juta. Namun, katanya, dana pembasmian burung pipit ini belum diketok dan masih dalam proses pembahasan bersama Dinas Pertanian Kabupaten Sleman.

“Ada permintaan juga kemarin dinas bisa untuk mengidentifikasi program-program yang betul-betul efektif dan efisien yang untuk membantu petani itu yang mana,” katanya saat dihubungi, Kamis (25/3).

Ia beralasan pengajuan anggaran itu merupakan upaya melindungi lahan petani secara menyeluruh, baik dari serangan hama tikus lewat pengadaan galvalum maupun jaring untuk menghalau burung emprit.

Meski demikian, Arif mengakui sejauh ini pihaknya belum mendapatkan kajian secara valid apakah burung pipit masuk kategori hama pertanian atau tidak. Dewan, akunya, terbuka untuk kajian mendalam bersama para pegiat konservasi.

“Kita belum bisa menyampaikan apakah burung emprit itu masuk dalam kategori hama seperti tikus, wereng, dan itu dibasmi. Tapi fakta [burung pipit] itu mengganggu. Ketika sudah hampir panen pasti habis dimakan oleh burung emprit itu,” ungkapnya.

Kepala Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan (DP3) Sleman Haru Saptono menyebut pihaknya mendukung usulan yang muncul dari anggota dewan itu.

“Jadi anggaran itu kan memang diinisiasi dari teman-teman dewan karena memang di beberapa tempat itu gagal panen karena memang adanya serangan burung emprit,” kata dia, dikutip dari detik.com.

Menurutnya, penambahan jaring ini diadaptasi dari budi daya ikan nila yang melindungi ikan dari pemangsa burung predator.

“Kalau yang ikan ini memang bukan burung emprit ya tapi kalau yang di padi memang burung emprit. Jadi atas dasar itu kemudian kita coba untuk mengusulkan anggaran pilot plan di tempat-tempat tertentu yang skalanya juga masih kecil untuk diujicobakan,” paparnya.

Penerapan jaring untuk menghalau burung pipit ini, kata Heru, baru akan dilakukan tahun ini terutama di sawah wilayah Sleman barat.

“Karena baru pilot plan ya belum banyaklah untuk anggaran, kurang dari Rp200 juta agar ini diuji coba dulu. Nanti kita evaluasi dampaknya, manfaatnya kemudian implikasinya seperti apa,” ujar dia.

“Sleman barat, karena memang satu, serangan empritnya sangat masif. Kedua kita uji coba di lahan kecil dulu untuk kemudian selanjutnya akan kita evaluasi efektivitas dan dampaknya bagi kehidupan emprit itu sendiri,” sambungnya.

Menurut Heru, populasi burung pipit yang menyerang lahan pertanian di Sleman sangat banyak. Ssekali datang, katanya, ribuan burung pipit bisa datang menyerang padi.

“Emprit itu kan datangnya rombongan, jadi rombongan dan setiap waktu dan itu secara bergelombang sehingga kemudian itu petani menjadi tidak panen karena tiap hari dimakan oleh emprit dan jumlahnya banyak sekali,” tutur dia.

“Selama ini kan memang belum ada pengendalian hama emprit itu. Sehingga jumlahnya juga banyak,” tambah dia.

Soal protes yang dilontarkan oleh para pegiat lingkungan, ia meminta untuk menunggu hasil uji coba yang diperkirakan dilakukan pada musim tanam padi tahun ini. Dari situ, dinas akan melakukan evaluasi dan menentukan langkah selanjutnya.

“Jadi menurut saya [burung pipit] termasuk tikus pun ya juga harus kita kendalikan biar petani panen,” dalihnya.

Picu Hama Lain

Terpisah, Yayasan Wahana Gerakan Lestari Indonesia (Wagleri) menilai upaya pembasmian burung pipit lewat pembuatan jaring di persawahan itu memicu ketimpangan dan ketidakseimbangan ekosistem, seperti membuat hama lain semakin banyak.

“Tidak hanya rantai makanan, bisa juga nanti ekologinya terganggu semua,” ujar Hanif Kurniawan, Ketua Pengurus Yayasan, saat dihubungi, Kamis (25/3).

Hanif menyebut upaya pembasmian burung pipit ini hanya akan mengulangi kesalahan pendiri Tiongkok Mao Zedong saat memerintahkan pemusnahan burung pipit di seluruh negeri Tirai Bambu dahulu.

Ujung-ujungnya, itu menjadi malapetaka lantaran dikarenakan memicu merebaknya hama lain seperti serangga dan tanaman gulma.

“Artinya pertanian yang katanya mau berjalan justru terpuruk. Itu kajian historis,” tegas Hanif.

Ia pun meminta kebijakan tersebut mesti didahului kajian secara ilmiah dengan melibatkan otoritas terkait dan perguruan tinggi. Pasalnya, saat ini ada jenis burung pipit yang dilindungi secara hukum, yakni Lonchura Oryzvora.

“Ketika sudah ada kajian ilmiahnya mana emprit yang makan padi, mana yang enggak kan enggak ngerti. Kalau makan padi pun, apa iya emprit serakus tikus? Kan, enggak tahu juga,” cetusnya.

“Lha tikus yang rakus saja masih bisa dikendalikan, pakai rekayasa biologi ekologinya masih bisa dimainkan. Apalagi emprit yang belum terlalu parah,” imbuh dia.

Wagleri pun, aku dia, sudah berkirim surat kepada dewan dan menyarankan peninjauan ulang terhadap pembiayaan program pembasmian burung pipit itu.

“Makanya ketika pemerintah itu kemudian tidak mengambil kebijakan yang ngawur itu bisa konsultasi dengan berbagai macam perguruan tinggi di Jogja, ya tentu jalannya akan lebih terang,” pungkasnya. (cnn)

BACA LAINNYA

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -spot_img

BERITA POPULER